Radikal bebas adalah sekelompok
bahan kimia baik berupa atom maupun molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada
lapisan luarnya. Merupakan juga suatu kelompok bahan kimia dengan reaksi jangka
pendek yang memiliki satu atau lebih elektron bebas.
Atom terdiri dari nukleus,
proton, dan elektron. Jumlah proton (bermuatan positif) dalam nukleus
menentukan jumlah dari elektron (bermuatan negatif) yang mengelilingi atom
tersebut. Elektron berperan dalam reaksi kimia dan merupakan bahan yang
menggabungkan atom-atom untuk membentuk suatu molekul. Elektron mengelilingi,
atau mengorbit suatu atom dalam satu atau lebih lapisan. Jika satu lapisan
penuh, elektron akan mengisi lapisan kedua. Lapisan kedua akan penuh jika telah
memiliki 8 elektron, dan seterusnya. Gambaran struktur terpenting sebuah atom
dalam menentukan sifat kimianya adalah jumlah elektron pada lapisan luarnya.
Suatu bahan yang elektron lapisan luarnya penuh tidak akan terjadi reaksi
kimia. Karena atom-atom berusaha untuk mencapai keadaan stabilitas maksimum,
sebuah atom akan selalu mencoba untuk melengkapi lapisan luarnya dengan :
- Menambah atau
mengurangi elektron untuk mengisi maupun mengosongkan lapisan luarnya.
- Membagi
elektron-elektronnya dengan cara bergabung bersama atom yang lain dalam rangka
melegkapi lapisan luarnya.
Atom sering kali melengkapi lapisan luarnya dengan cara membagi
elektron-elektron bersama atom yang lain. Dengan membagi elektron, atom-atom
tersebut bergabung bersama dan mencapai kondisi stabilitas maksimum untuk
membentuk molekul.
Oleh karena radikal bebas sangat reaktif, maka mempunyai spesifitas kimia
yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul lain, seperti
protein, lemak, karbohidrat, dan DNA.
Dalam rangka mendapatkan stabilitas kimia, radikal bebas tidak dapat
mempertahankan bentuk asli dalam waktu lama dan segera berikatan dengan bahan
sekitarnya. Radikal bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan
mengambil elektron, zat yang terambil elektronnya akan menjadi radikal bebas
juga sehingga akan memulai suatu reaksi berantai, yang akhirnya terjadi
kerusakan sel tersebut. berikut adalah reaksi kimia radikal bebas.
Radikal bebas dapat terbentuk
in-vivo dan in-vitro secara :
1. Pemecahan
satu molekul normal secara homolitik menjadi dua. Proses ini jarang terjadi
pada sistem biologi karena memerlukan tenaga yang tinggi dari sinar
ultraviolet, panas, dan radiasi ion.
2. Kehilangan
satu elektron dari molekul normal
3. Penambahan
elektron pada molekul normal
Tipe radikal bebas dalam tubuh
Radikal bebas terpenting dalam
tubuh adalah radikal derivat dari oksigen yang disebut kelompok oksigen reaktif
(reactive oxygen species/ROS), termasuk didalamnya adalah triplet (3O2),
tunggal (singlet/1O2), anion superoksida (O2.-),
radikal hidroksil (-OH), nitrit oksida (NO-), peroksinitrit (ONOO-),
asam hipoklorus (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2),
radikal alkoxyl (LO-), dan radikal peroksil (LO-2). Radikal bebas yang mengandung karbon (CCL3-)
yang berasal dari oksidasi radikal molekul organik. Radikal yang mengandung
hidrogen hasil dari penyerangan atom H
(H-). Bentuk lain adalah radikal yang mengandung sulfur yang diproduksi
pada oksidasi glutation menghasilkan radikal thiyl (R-S-). Radikal yang
mengandung nitrogen juga ditemukan, misalnya radikal fenyldiazine. Gambar berikut adalah contoh radikal bebas secara biologis.
Beberapa sumber radikal bebas:
a. Sumber endogen
1. Autoksidasi
:
Merupakan produk dari proses
metabolisme aerobik. Molekul yang mengalami autoksidasi berasal dari
katekolamin, hemoglobin, mioglobin, sitokrom C yang tereduksi, dan thiol.
Autoksidasi dari molekul diatas menghasilkan reduksi dari oksigen diradikal dan
pembentukan kelompok reaktif oksigen. Superoksida merupakan bentukan awal
radikal. Ion ferrous (Fe II) juga dapat kehilangan elektronnya melalui oksigen
untuk membuat superoksida dan Fe III melalui proses autoksidasi.
2. Oksidasi
enzimatik
Beberapa jenis sistem enzim mampu
menghasilkan radikal bebas dalam jumlah yang cukup bermakna, meliputi xanthine
oxidase (activated in ischemia-reperfusion), prostaglandin synthase,
lipoxygenase, aldehyde oxidase, dan amino acid oxidase. Enzim myeloperoxidase
hasil aktifasi netrofil, memanfaatkan hidrogen peroksida untuk oksidasi ion
klorida menjadi suatu oksidan yang kuat asam hipoklor.
3. Respiratory
burst
Merupakan terminologi yang
digunakan untuk menggambarkan proses dimana sel fagositik menggunakan oksigen
dalam jumlah yang besar selama fagositosis. Lebih kurang 70-90 % penggunaan
oksigen tersebut dapat diperhitungkan dalam produksi superoksida. Fagositik sel
tersebut memiliki sistem membran bound flavoprotein cytochrome-b-245 NADPH
oxidase. Enzim membran sel seperti NADPH-oxidase keluar dalam bentuk inaktif.
Paparan terhadap bakteri yang diselimuti imunoglobulin, kompleks imun,
komplemen 5a, atau leukotrien dapat mengaktifkan enzim NADPH-oxidase. Aktifasi
tersebut mengawali respiratory burst pada membran sel untuk memproduksi
superoksida. Kemudian H2O2 dibentuk dari superoksida
dengan cara dismutasi bersama generasi berikutnya dari OH dan HOCl oleh
bakteri.
b. Sumber eksogen
1. Obat-obatan
:
Beberapa macam obat dapat
meningkatkan produksi radikal bebas dalam bentuk peningkatan tekanan oksigen.
Bahan-bahan tersebut bereaksi bersama hiperoksia dapat mempercepat tingkat
kerusakan. Termasuk didalamnya antibiotika kelompok quinoid atau berikatan
logam untuk aktifitasnya (nitrofurantoin), obat kanker seperti bleomycin,
anthracyclines (adriamycin), dan methotrexate, yang memiliki aktifitas
pro-oksidan. Selain itu, radikal juga berasal dari fenilbutason, beberapa asam
fenamat dan komponen aminosalisilat dari
sulfasalasin dapat menginaktifasi protease, dan penggunaan asam askorbat dalam
jumlah banyak mempercepat peroksidasi lemak.
2. Radiasi
:
Radioterapi memungkinkan
terjadinya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Radiasi
elektromagnetik (sinar X, sinar gamma) dan radiasi partikel (partikel elektron,
photon, neutron, alfa, dan beta) menghasilkan radikal primer dengan cara
memindahkan energinya pada komponen seluler seperti air. Radikal primer
tersebut dapat mengalami reaksi sekunder bersama oksigen yang terurai atau
bersama cairan seluler.
3. Asap
rokok :
Oksidan dalam rokok mempunyai
jumlah yang cukup untuk memainkan peranan yang besar terjadinya kerusakan
saluran napas. Telah diketahui bahwa oksidan asap tembakau menghabiskan
antioksidan intraseluler dalam sel paru (in vivo) melalui mekanisme yang
dikaitkan terhadap tekanan oksidan. Diperkirakan bahwa tiap hisapan rokok
mempunyai bahan oksidan dalam jumlah yang sangat besar, meliputi aldehida,
epoxida, peroxida, dan radikal bebas lain yang mungkin cukup berumur panjang
dan bertahan hingga menyebabkan kerusakan alveoli. Bahan lain seperti nitrit
oksida, radikal peroksil, dan radikal yang mengandung karbon ada dalam fase
gas. Juga mengandung radikal lain yang relatif stabil dalam fase tar. Contoh radikal
dalam fase tar meliputi semiquinone
moieties dihasilkan
dari bermacam-macam quinone dan hydroquinone. Perdarahan kecil
berulang merupakan penyebab yang sangat mungkin dari desposisi besi dalam
jaringan paru perokok. Besi dalam bentuk tersebut meyebabkan pembentukan
radikal hidroksil yang mematikan dari hidrogen peroksida. Juga ditemukan bahwa
perokok mengalami peningkatan netrofil dalam saluran napas bawah yang mempunyai
kontribusi pada peningkatan lebih lanjut konsentrasi radikal bebas.
Pembentukan radikal bebas sel tubuh
Radikal bebas diproduksi dalam
sel yang secara umum melalui reaksi pemindahan elektron, menggunakan mediator
enzimatik atau non-enzimatik. Produksi radikal bebas dalam sel dapat terjadi
secara rutin maupun sebagai reaksi terhadap rangsangan. Secara rutin adalah
superoksida yang dihasilkan melalui aktifasi fagosit dan reaksi katalisa
seperti ribonukleotida reduktase. Sedang pembentukan melalui rangsangan adalah
kebocoran superoksida, hidrogen peroksida dan kelompok oksigen reaktif (ROS)
lainnya pada saat bertemunya bakteri dengan fagosit teraktifasi. Pada keadaan
normal sumber utama radikal bebas adalah kebocoran elektron yang terjadi dari
rantai transport elektron, misalnya yang ada dalam mitokondria dan endoplasma
retikulum dan molekul oksigen yang menghasilkan superoksida.
Dalam kondisi yang tidak lazim seperti radiasi ion, sinar ultraviolet,
dan paparan energi tinggi lainnya, dihasilkan radikal bebas yang sangat
berlebihan. Berikut reaksi sistem oksigen aktif.
Definisi tekanan oksidatif (oxidative stress)
adalah suatu keadaan dimana tingkat oksigen reaktif intermediate (ROI) yang
toksik melebihi pertahanan anti-oksidan endogen. Keadaan ini mengakibatkan
kelebihan radikal bebas, yang akan bereaksi dengan lemak, protein, asam nukleat
seluler, sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu. Lemak
merupakan biomolekul yang rentan terhadap serangan radikal bebas.
Pertahanan Sel terhadap radikal bebas
Sifat reaktif yang tersebar dari
sistem pembentukan radikal dalam sel menyebabkan evolusi mekanisme pertahanan
terhadap efek perusakan suatu bahan teroksidasi kuat. Gambar dibawah ini
menunjukkan aktifitas enzim intraseluler tersebut. SOD (superoksida dismutase
dan katalase) mengkatalisasi dismutasi dari superoksida dan hidrogen peroksida.
GSH (glutation) peroksidase mereduksi
peroksida hidrogen dan organik menjadi air dan alkohol. GSH S-transferase melakukan pemindahan residu glutation menjadi
metabolit elektrofilik reaktif dari xenobiotic. Produksi glutation teroksidasi (GSSG) direduksi
secara cepat oleh reaksi yang menggunakan NADPH yang dihasilkan dari berbagai
sistem intraseluler, diantaranya hexose-monophosphate shunt. Berbagai
isoenzim organel spesifik dari dismutase superoksida juga ditemukan. SOD Zn, Cu
merupakan sitoplasmik, sedangkan enzim Zn, Mn mitokondrial. Isoenzim ini tidak
ditemukan dalam cairan ekstraseluler. sumber: Syamsul Arief